Contoh TAP MPR: Definisi, Fungsi, dan Implikasi
TAP MPR atau Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat adalah salah satu jenis produk hukum yang pernah memiliki kedudukan sangat penting dalam sistem hukum di Indonesia. TAP MPR memuat putusan-putusan MPR yang bersifat penetapan, pengaturan, atau keduanya. Pemahaman mengenai TAP MPR penting untuk memahami bagaimana hukum di Indonesia berkembang dan bagaimana lembaga MPR menjalankan fungsinya.
Artikel ini akan membahas secara mendalam mengenai contoh-contoh TAP MPR, fungsi-fungsinya, perbedaannya dengan jenis produk hukum lainnya, serta implikasinya terhadap hukum positif di Indonesia. Dengan memahami contoh-contoh konkret TAP MPR, kita dapat lebih mengerti peran pentingnya dalam sejarah dan perkembangan hukum di Indonesia.
Pengertian dan Kedudukan TAP MPR
TAP MPR, seperti yang telah disebutkan, adalah Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat. Dahulu, TAP MPR memiliki kedudukan yang sangat tinggi dalam hierarki peraturan perundang-undangan di Indonesia, sejajar dengan Undang-Undang Dasar 1945 dan Undang-Undang. TAP MPR mengikat secara hukum dan harus ditaati oleh seluruh warga negara Indonesia.
Namun, setelah amandemen Undang-Undang Dasar 1945, kedudukan TAP MPR mengalami perubahan. Saat ini, TAP MPR tidak lagi termasuk dalam hierarki peraturan perundang-undangan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Meskipun demikian, TAP MPR yang masih berlaku tetap memiliki kekuatan hukum mengikat, khususnya TAP MPR yang mengatur hal-hal strategis dan mendasar bagi kehidupan berbangsa dan bernegara.
Contoh-Contoh TAP MPR yang Signifikan
Terdapat banyak sekali TAP MPR yang pernah dikeluarkan sejak era Orde Lama hingga era Reformasi. Masing-masing TAP MPR memiliki substansi dan dampak yang berbeda-beda. Beberapa TAP MPR memiliki dampak yang sangat signifikan terhadap arah kebijakan negara dan kehidupan masyarakat.
Salah satu contoh TAP MPR yang signifikan adalah TAP MPR Nomor VI/MPR/1973 tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN). TAP MPR ini menjadi pedoman bagi pemerintah dalam menjalankan pembangunan nasional selama bertahun-tahun. Contoh lainnya adalah TAP MPR Nomor XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia, yang menjadi landasan bagi perlindungan dan penegakan HAM di Indonesia pasca Reformasi.
TAP MPR Nomor VI/MPR/1973 tentang GBHN
TAP MPR Nomor VI/MPR/1973 tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) merupakan dokumen yang sangat penting dalam sejarah pembangunan nasional Indonesia. GBHN memuat visi, misi, dan strategi pembangunan yang harus dilaksanakan oleh pemerintah dalam jangka waktu lima tahunan.
TAP MPR ini sangat berpengaruh karena menjadi acuan bagi penyusunan Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita) yang dilaksanakan oleh pemerintah. GBHN mencakup berbagai bidang, mulai dari ekonomi, sosial, budaya, hingga pertahanan dan keamanan. TAP MPR ini mencerminkan perencanaan pembangunan yang sentralistik pada masa Orde Baru.
TAP MPR Nomor XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia
TAP MPR Nomor XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia dikeluarkan pada masa transisi pasca Reformasi. TAP MPR ini menjadi momentum penting dalam upaya penegakan HAM di Indonesia setelah puluhan tahun mengalami represi dan pelanggaran HAM yang sistematis.
TAP MPR ini secara tegas menjamin hak-hak dasar manusia, seperti hak hidup, hak kebebasan berpendapat, hak kebebasan beragama, dan hak untuk mendapatkan perlakuan yang sama di depan hukum. TAP MPR ini juga mengamanatkan pembentukan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) sebagai lembaga independen yang bertugas untuk memantau dan menyelidiki pelanggaran HAM.
TAP MPR Nomor XX/MPRS/1966 tentang Memorandum DPR-GR mengenai Sumber Tertib Hukum RI dan Tata Urutan Peraturan Perundangan RI
TAP MPR (dahulu MPRS) Nomor XX/MPRS/1966 memiliki peran krusial dalam menentukan sumber hukum dan tata urutan peraturan perundang-undangan di Indonesia pada masanya. Ketetapan ini lahir sebagai respons terhadap kondisi politik dan hukum yang dinamis pada era transisi dari Orde Lama ke Orde Baru.
TAP MPRS ini menetapkan bahwa Undang-Undang Dasar 1945 adalah sumber hukum tertinggi di Indonesia dan menjadi landasan bagi semua peraturan perundang-undangan lainnya. Selain itu, TAP MPRS ini juga mengatur tata urutan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang pada saat itu mencakup Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, dan peraturan lainnya.
Fungsi dan Kewenangan MPR dalam Menetapkan TAP MPR
MPR sebagai lembaga negara memiliki fungsi dan kewenangan yang diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945. Salah satu kewenangan MPR adalah menetapkan Ketetapan MPR. Kewenangan ini diberikan kepada MPR untuk membuat putusan-putusan yang bersifat strategis dan mendasar bagi kehidupan berbangsa dan bernegara.
Dalam menjalankan fungsinya, MPR berwenang untuk mengubah dan menetapkan Undang-Undang Dasar, melantik Presiden dan Wakil Presiden, serta memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden dalam masa jabatannya menurut Undang-Undang Dasar. Meskipun kewenangan MPR dalam menetapkan TAP MPR kini telah dibatasi, namun MPR tetap memiliki peran penting dalam menjaga kedaulatan rakyat dan mengawal pelaksanaan Undang-Undang Dasar.
Perbedaan TAP MPR dengan Produk Hukum Lainnya
TAP MPR berbeda dengan jenis produk hukum lainnya, seperti Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, dan Peraturan Daerah. Perbedaan utama terletak pada lembaga yang menerbitkan produk hukum tersebut dan substansi yang diatur.
Undang-Undang dibuat oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) bersama dengan Presiden, sedangkan Peraturan Pemerintah dibuat oleh Presiden untuk melaksanakan Undang-Undang. Peraturan Presiden dibuat oleh Presiden untuk menjalankan pemerintahan, sedangkan Peraturan Daerah dibuat oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) bersama dengan Kepala Daerah untuk mengatur urusan pemerintahan daerah. TAP MPR, di sisi lain, dibuat oleh MPR dan mengatur hal-hal yang bersifat strategis dan mendasar bagi kehidupan berbangsa dan bernegara.
Implikasi TAP MPR terhadap Hukum Positif di Indonesia
TAP MPR, khususnya TAP MPR yang masih berlaku, memiliki implikasi yang signifikan terhadap hukum positif di Indonesia. TAP MPR yang masih berlaku menjadi acuan bagi pembentukan dan penegakan hukum di berbagai bidang, mulai dari politik, ekonomi, sosial, budaya, hingga pertahanan dan keamanan.
Sebagai contoh, TAP MPR Nomor XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia menjadi landasan bagi pembentukan Undang-Undang tentang Hak Asasi Manusia dan berbagai peraturan perundang-undangan lainnya yang terkait dengan perlindungan dan penegakan HAM. TAP MPR juga dapat menjadi dasar hukum bagi tindakan-tindakan pemerintah yang bertujuan untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat dan menjaga stabilitas nasional.
Kesimpulan
Memahami contoh TAP MPR dan konteks historisnya membantu kita untuk mengerti bagaimana hukum dan politik di Indonesia berkembang. TAP MPR, meskipun kedudukannya telah berubah, tetap menjadi bagian penting dari khazanah hukum Indonesia yang perlu dipelajari dan dipahami.
Dengan memahami peran dan fungsi TAP MPR, kita dapat lebih menghargai proses demokrasi dan supremasi hukum di Indonesia. Selain itu, pemahaman mengenai TAP MPR juga dapat membantu kita untuk berpartisipasi secara aktif dalam pembangunan hukum dan politik di Indonesia agar lebih baik dan lebih adil.
