Contoh Ejaan Soewandi: Sejarah, Perbedaan dengan EYD, dan Penerapannya
Ejaan Soewandi, juga dikenal sebagai Ejaan Republik, merupakan tonggak penting dalam sejarah perkembangan bahasa Indonesia. Ejaan ini menggantikan Ejaan Van Ophuijsen yang sebelumnya berlaku sejak tahun 1901. Meskipun Ejaan Soewandi sudah tidak digunakan secara resmi, pemahaman tentangnya penting untuk mengapresiasi evolusi bahasa Indonesia dan memahami teks-teks lama yang ditulis pada periode tersebut.
Artikel ini akan membahas secara mendalam mengenai contoh-contoh Ejaan Soewandi, perbedaan utamanya dengan Ejaan Yang Disempurnakan (EYD), serta sejarah singkat yang melatarbelakanginya. Dengan memahami perbedaan ini, kita dapat lebih menghargai kekayaan bahasa Indonesia dan menghidupi warisan linguistik kita.
Sejarah Singkat Ejaan Soewandi
Ejaan Soewandi diresmikan pada tanggal 19 Maret 1947 oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan saat itu, Raden Soewandi. Tujuan utama dari penggantian Ejaan Van Ophuijsen adalah untuk menyederhanakan sistem ejaan yang dianggap rumit dan terlalu dipengaruhi oleh bahasa Belanda. Ejaan Soewandi menjadi ejaan resmi bahasa Indonesia selama kurang lebih 25 tahun, sebelum akhirnya digantikan oleh EYD pada tahun 1972.
Pergantian ke Ejaan Soewandi merupakan bagian dari semangat kemerdekaan dan upaya untuk membangun identitas nasional yang kuat. Dengan menyederhanakan ejaan, diharapkan masyarakat Indonesia dari berbagai latar belakang dapat lebih mudah mempelajari dan menggunakan bahasa Indonesia secara efektif.
Perbedaan Utama dengan EYD
Perbedaan antara Ejaan Soewandi dan EYD terletak pada beberapa aspek penting, termasuk penggunaan huruf, penulisan kata, dan tanda baca. Memahami perbedaan ini krusial untuk menginterpretasikan teks-teks lama dan menghindari kebingungan.
Salah satu perbedaan yang paling menonjol adalah penyederhanaan beberapa huruf dan gabungan huruf. Misalnya, ‘oe’ pada Ejaan Van Ophuijsen dan Soewandi diubah menjadi ‘u’ pada EYD. Perubahan ini bertujuan untuk lebih mendekatkan ejaan dengan pelafalan bahasa Indonesia.
Contoh Perubahan Huruf dan Kata
Berikut beberapa contoh perubahan huruf dan kata dari Ejaan Soewandi ke EYD yang perlu diperhatikan:
Beberapa contohnya antara lain: ‘oe’ menjadi ‘u’ (contoh: ‘goeroe’ menjadi ‘guru’), ‘dj’ menjadi ‘j’ (contoh: ‘djalan’ menjadi ‘jalan’), ‘tj’ menjadi ‘c’ (contoh: ‘tjahaja’ menjadi ‘cahaya’), ‘nj’ menjadi ‘ny’ (contoh: ‘njonja’ menjadi ‘nyonya’), dan ‘sj’ menjadi ‘sy’ (contoh: ‘sjarat’ menjadi ‘syarat’). Perubahan ini secara signifikan menyederhanakan sistem ejaan dan memudahkan pembacaan.
Penulisan Kata Depan dan Awalan
Penulisan kata depan dan awalan dalam Ejaan Soewandi memiliki perbedaan dengan EYD. Pemahaman tentang aturan ini penting untuk menghindari kesalahan interpretasi.
Dalam Ejaan Soewandi, kata depan seperti ‘di’ dan ‘ke’ yang diikuti oleh kata yang menyatakan tempat ditulis serangkai jika memiliki makna yang sama seperti awalan. Contohnya, ‘dipasar’ ditulis serangkai. Sementara itu, dalam EYD, kata depan ‘di’ dan ‘ke’ selalu dipisahkan dari kata yang mengikutinya, kecuali pada gabungan kata yang sudah lazim digunakan.
Contoh Kata Depan
Berikut adalah contoh penggunaan kata depan dalam Ejaan Soewandi dan perbandingannya dengan EYD:
– Ejaan Soewandi: ‘dirumah’ (di rumah – jika dianggap sebagai satu kesatuan makna), ‘kepadanya’ (kepadanya).
– EYD: ‘di rumah’, ‘kepadanya’. Dalam EYD, ‘di’ dan ‘ke’ selalu dipisahkan dari kata yang mengikutinya.
Contoh Awalan
Perhatikan contoh penulisan awalan dalam Ejaan Soewandi dan EYD:
– Ejaan Soewandi: ‘membaca’ (membaca), ‘berjalan’ (berjalan).
– EYD: ‘membaca’, ‘berjalan’. Tidak ada perbedaan signifikan dalam penulisan awalan antara kedua ejaan ini.
Penggunaan Tanda Baca
Penggunaan tanda baca dalam Ejaan Soewandi secara umum mirip dengan EYD, namun terdapat beberapa perbedaan kecil yang perlu diperhatikan.
Salah satu contohnya adalah penggunaan tanda hubung. Dalam Ejaan Soewandi, tanda hubung lebih sering digunakan untuk memperjelas hubungan antar kata, terutama pada kata ulang dan gabungan kata. Sementara itu, EYD memiliki aturan yang lebih spesifik dan terkadang lebih ketat dalam penggunaan tanda hubung.
Kesimpulan
Memahami contoh Ejaan Soewandi bukan hanya sekadar mempelajari aturan ejaan lama. Ini adalah upaya untuk memahami sejarah dan evolusi bahasa Indonesia. Dengan memahami perbedaan antara Ejaan Soewandi dan EYD, kita dapat lebih mengapresiasi kekayaan bahasa kita dan menghargai upaya para pendahulu dalam menyederhanakan dan memodernisasi bahasa Indonesia.
Meskipun EYD saat ini menjadi standar ejaan resmi, pengetahuan tentang Ejaan Soewandi tetap relevan. Terutama bagi mereka yang sering berurusan dengan teks-teks lama, peneliti bahasa, atau siapa pun yang tertarik dengan sejarah perkembangan bahasa Indonesia. Semoga artikel ini bermanfaat dan menambah wawasan Anda tentang Ejaan Soewandi.
