Geguritan: Puisi Jawa yang Menawan
Geguritan, bagi penutur bahasa Jawa, bukanlah sekadar puisi. Ia adalah sebuah ungkapan jiwa, sebuah curahan hati yang dituangkan dalam bentuk sastra Jawa modern. Berbeda dengan tembang macapat yang terikat oleh aturan bait dan guru lagu yang ketat, geguritan lebih fleksibel dan bebas dalam penyusunannya. Namun, meskipun lebih bebas, geguritan tetap memiliki keindahan dan daya tarik tersendiri yang mampu memikat pembaca maupun pendengarnya.
Keindahan geguritan terletak pada kemampuannya untuk mengemas emosi dan ide-ide kompleks ke dalam bahasa yang indah dan penuh makna. Ia bisa berupa ungkapan cinta, kesedihan, kerinduan, kegembiraan, bahkan kritik sosial. Fleksibelitasnya inilah yang membuat geguritan menjadi media ekspresi yang sangat powerful, mampu menyentuh hati siapa pun yang membacanya, tak peduli latar belakang budaya mereka.
Sejarah dan Perkembangan Geguritan
Geguritan muncul sebagai bentuk perlawanan terhadap kekakuan tembang macapat. Para pujangga Jawa modern merasa terkekang oleh aturan-aturan baku yang ada dalam tembang macapat dan ingin bereksplorasi dengan bentuk puisi yang lebih bebas dan modern. Munculnya geguritan menandai sebuah babak baru dalam sejarah sastra Jawa.
Perkembangan geguritan kemudian dipengaruhi oleh masuknya berbagai pengaruh dari luar, baik dari segi teknik penulisan maupun tema yang diangkat. Pengaruh sastra Barat, misalnya, terlihat dalam penggunaan imaji dan simbolisme yang lebih modern dalam geguritan kontemporer. Namun, geguritan tetap mempertahankan akar budayanya yang kental.
Ciri-Ciri Geguritan
Salah satu ciri khas geguritan adalah penggunaan bahasa Jawa yang lugas dan mudah dipahami, meskipun kadang-kadang memakai diksi yang puitis dan indah. Tidak ada aturan baku terkait jumlah bait, baris, maupun rima, sehingga penulis memiliki keleluasaan dalam berkreasi.
Meski tanpa aturan baku, geguritan tetap memiliki struktur yang terorganisir, dibangun melalui imaji, diksi, dan aliran pikiran yang terpadu. Keindahan geguritan terletak pada kemampuan penulis untuk menciptakan suasana dan kesan tertentu melalui pilihan kata dan struktur kalimatnya.
Tema dan Ragam Geguritan
Geguritan dapat mengangkat berbagai tema, mulai dari tema cinta kasih, kehidupan sehari-hari, alam, hingga kritik sosial dan politik. Kebebasan tema ini menjadi salah satu daya tarik geguritan, membuatnya mampu merepresentasikan berbagai aspek kehidupan masyarakat Jawa.
Ragam tema yang luas ini juga berdampak pada ragam gaya penulisan geguritan. Ada geguritan yang bernuansa romantis, ada yang puitis dan filosofis, ada juga yang sangat kritis dan sarat dengan pesan moral. Hal inilah yang membuat geguritan tetap relevan hingga saat ini.
Perbedaan Geguritan dengan Tembang Macapat
Perbedaan paling mencolok antara geguritan dan tembang macapat terletak pada aturannya. Tembang macapat sangat terikat oleh aturan guru lagu (jumlah suku kata dalam setiap baris) dan guru wilangan (pola jumlah baris dalam setiap bait). Sedangkan geguritan jauh lebih bebas.
Selain itu, geguritan cenderung menggunakan bahasa Jawa modern, sementara tembang macapat lebih sering menggunakan bahasa Jawa kuno atau Jawa krama. Meskipun begitu, keduanya sama-sama merupakan bentuk ekspresi seni sastra Jawa yang berharga dan patut diapresiasi.
Struktur dan Unsur Intrinsik Geguritan
Meskipun bebas, geguritan tetap memiliki struktur yang dibangun melalui diksi (pilihan kata), imaji (bayangan), dan gaya bahasa. Pilihan kata yang tepat akan memberikan dampak yang signifikan terhadap kesan yang ingin disampaikan oleh penulis.
Unsur intrinsik lain yang penting dalam geguritan adalah tema, alur, dan amanat. Meskipun tidak selalu terstruktur dengan jelas seperti dalam cerpen atau novel, unsur-unsur ini tetap ada dan berperan dalam membentuk keseluruhan makna geguritan.
Cara Menulis Geguritan
Menentukan Tema dan Ide Pokok
Langkah pertama dalam menulis geguritan adalah menentukan tema dan ide pokok yang ingin disampaikan. Pilih tema yang menarik dan dekat dengan diri Anda, sehingga Anda dapat menuangkan perasaan dan pikiran dengan lebih mudah dan otentik.
Setelah tema ditentukan, kembangkan ide pokok dengan mencari referensi dan inspirasi yang relevan. Anda bisa menggunakan pengalaman pribadi, pengamatan terhadap lingkungan sekitar, atau bahan bacaan lainnya sebagai sumber inspirasi.
Memilih Diksi dan Gaya Bahasa
Pemilihan diksi yang tepat sangat penting dalam menulis geguritan. Gunakan bahasa Jawa yang lugas dan mudah dipahami, namun tetap indah dan puitis. Hindari penggunaan kata-kata yang kurang tepat atau membingungkan.
Gaya bahasa yang digunakan juga harus sesuai dengan tema dan pesan yang ingin disampaikan. Apakah ingin bernuansa romantis, puitis, kritis, atau selainnya? Gaya bahasa akan membentuk suasana dan kesan tertentu dalam geguritan Anda.
Menyusun Bait dan Baris
Setelah ide dan diksi siap, mulailah menyusun bait dan baris geguritan. Ingat, geguritan tidak terikat oleh aturan guru lagu dan guru wilangan seperti tembang macapat. Anda bebas menentukan jumlah bait dan baris sesuai dengan kebutuhan.
Namun, susunlah bait dan baris dengan struktur yang terorganisir dan terpadu. Buatlah aliran pikiran yang runtut dan mudah diikuti oleh pembaca. Perhatikan juga keselarasan antara isi dan bentuk geguritan.
Kesimpulan
Geguritan merupakan bentuk puisi Jawa modern yang kaya akan keindahan dan ekspresi. Kebebasan dalam penulisannya memberikan ruang kreatif yang luas bagi para penulisnya untuk menuangkan gagasan dan perasaan mereka. Meskipun lebih fleksibel daripada tembang macapat, geguritan tetap mempertahankan nilai-nilai estetika dan budaya Jawa.
Memahami geguritan tidak hanya sekadar mengenal bentuk puisinya, tetapi juga memahami nilai-nilai budaya yang terkandung di dalamnya. Dengan mempelajari geguritan, kita dapat lebih menghargai kekayaan sastra Jawa dan memahami cara penduduk Jawa mengekspresikan diri melalui seni kata.
